Minggu, 03 Juli 2011

ASAL USUL DAERAH-DAERAH SEKITAR MAJALENGKA

1. ASAL-USUL LEUWIHIEUM

Asal – usul Dusun Leuwihieum masih misteri. Sampai saat ini pun kebenarannya belum pasti. Tapi menurut sesepuh setempat, Dusun Leuwihieum itu dahulunya merupakan sebuah hutan yang kaya akan sumber daya alam. Sehingga datanglah para pendatang yang bertujuan untuk memanfaatkan SDA dan membuat sebuah perkampungan.

Beberapa tahun kemudian, perkampungan tanpa nama itu (yang sekarang Dusun Leuwihieum) penduduknya semakin banyak. Walaupun demikian, perkampungan itu masih saja belum diberi nama dan belum memiliki seorang pemimpin.
Terceritakan pada suatu hari datanglah seorang Raja yang berkunjung ke perkampungan itu. Beliau bernama Raja Kanjeng Dalem Sumedang. Kedatangan Raja itu disambut meriah oleh penduduk di perkampungan itu. Lalu Raja pun ingin mengadakan sebuah pesta di perkampungan untuk merayakan kedatangannya.

Malam hari, saat semua penduduk sibuk dengan persiapan pesta, Raja tertidur pulas. Beliau pun bermimpi, kedatangan seorang kakek – kakek yang mengatakan bahwa Raja harus mengadakan pesta di sebuah Gunung di tengah Kali Cilutung (sekarang disebut Pasir Ngambang). Setelah berkata demikian kakek itu pun menghilang. Saking terkejutnya, Raja pun terbangun.
Keesokan harinya, Raja mengumumkan bahwa pesta akan dipindahkan ke Gunung di tengah Kali Cilutung. Pada dasarnya penduduk heran dan menentang keinginan Raja, tapi akhirnya mereka menyetujuinya.

Saat pesta dimulai secara simbolis, Raja melemparkan keris kedalam air yang dalam ( dalam bahasa sunda itu Leuwi ). Lalu terbentuklah nama Leuwi Keris untuk memperingati kejadian itu.

Banyak sekali penduduk yang menghadiri pesta itu, sehingga pesta berjalan dengan meriah. Tanpa terasa hari sudah larut, penduduk pun pulang ke rumah masing – masing. Raja merasa senang akan pestanya, lalu Raja pun pulang dan beristirahat.

Selama beberapa hari Raja tinggal di perkampungan itu. Hingga pada suatu hari beliau teringat akan pekerjaannya di Kabupaten. Akhirnya beliau memutuskan untuk pulang, lalu beliau berpamitan kepada para penduduk.

Sebelum pergi, seorang penduduk menanyakan kepada Raja tentang nama dan kepemimpinan perkampungan itu. Raja bingung, beliau menganggap perkampungan itu sudah diberi nama dan kepemimpinannya sudah jelas. Raja pun berasumsi, bahwa perkampungan ini dikelilingi oleh Kali Cilutung yang memiliki kedalaman air yang dalam dan tertutupi oleh pepohonan. Lalu raja pun memberi nama perkampungan itu LEUWIHIEUM, yang artinya Leuwi = Air yang dalam dan Hieum = tempat teduh dan gelap.

Tentang masalah kepemimpinan, Raja berpendapat bahwa yang seharusnya memimpin adalah orang yang terpercaya dan memiliki budi pekerti yang luhur menurut keinginan rakyat. Akhirnya penduduk pun memilih Bapak Anteng karena menurut mereka Bapak Anteng adalah orang yang dimaksud oleh Raja. Kejadian itu terjadi pada tahun 1800.

Setelah nama dan kepemimpinan sudah jelas, Raja pun pulang ke Kabupaten. Kepergian Raja sangat disayangkan oleh penduduk karena selain Raja baik hati, Raja juga sangat ramah kepada semua penduduk. Walaupun mereka sedih, tapi mereka senang karena telah memiliki pemimpin yang teladan.

Demikian asal – usul Dusun Leuwihieum, walaupun belum pasti tapi tempat - tempat sejarah yang ada di cerita itu masih ada sampai sekarang.


2. Asal Muasal Desa Tegalaren

Asal muasal Desa Tegalaren yaitu berasal dari kata Tegaliren, yang berarti tempat peristirahatan orang-orang Belanda. Asal mulanya yaitu pada zaman Belanda, pada waktu itu orang-orang kolonial berangkat dari pos penjagaan yang sampai sekarang namanya menjadi desa Sindangwasa.

Kemudian mereka melanjutkan perjalananya menyebrangi sungai Cikeruh yang kemudian sampai sekarang di beri nama kampung Peuntas. Lalu mereka melanjutkan perjalanannya menuju Batavia, lama mereka berjalan dan lama kelamaan mereka pun kelelahan serta beristirahat di suatu tempat yang teduh dan rindang yang kebetulan tempat itu banyak sekali poho aren. Kata tempat yang disebut juga dengan kata tegal, kemudian ada salah seorang dari mereka yang menyebut tegaliren yang berarti tempat peristirahatan yang penuh dengan pohon aren kata tegaliren berasal dari bahasa jawa.

Lebih jelasnya Tegaliren berasal dari dua kata yaitu tegal dan aren; tegal yang berarti tempat peristirahatan dan aren adalah nama pohon yang ada di tempat itu yaitu pohon aren. Dan sampai sekarang nama tempat itu menjadi Tegalaren. Tegalaren sampai sekarang ini menjadi nama sebuah desa yaitu Tegalaren yang berarti tempat peristirahatan orang orang Belanda yang penuh dengan pohon aren.

Yang Ditakuti Kaum Wanita
Ada seorang direktur perusahaan yang sedang duduk di meja tulis kantornya, tiba-tiba saja telepon yang ada di dekatnya itu berdering.kemudian diangkat dan ternyata yang menelpon itu adalah istrinya di rumah.tetapi sebelum terdengar sepatah katapun istrinya menjerit ketakutan dan setelah mendengar jeritannya itu si direktur tidak mendengar suara apapun sehingga membuatnya panik dan langsung saja menghubungi kantor polisi..Beberapa lama kemudian satu regu polisi bersenjata dikerahkan untuk mengepung rumahnya dan setibanya di rumah itu polisi segera masuk dengan membawa senjata kemudian mereka menemukan wanita itu tergeletak di lantai dalam keadaan tidak sadarkan diri dan gagang telpon tergantung di meja,.tidak lama kemudian istri direktur itu siuman dan polisi menanyakan peristiwa yang baru saja terjadi. Lalu wanita itu menjawab bahwa dirinya telah diserang dah penyerangnya itu mungkin bersembunyi di dalam rumah kemudian dia mendekati saya, pada saat saya sedang menelpon, setelah mendengar apa yang di katakana wanita itu maka kemudian polisi itu langsung bertanya lagi: ”tolong jelaskan cirri-cirinya”. Istri direktur itu menjawab: ”cirri-cirinya sama seperti tikus-tikus pada umumnya .”

Kantong Rahasia
Pada suatu ketika, ada seorang pergi ke tukang jahit untuk menjahitkan pakaiannya, lalu tukang jahit bertanya : ”apakah anda sudah memiliki istri?” Ssseorang itu menjawab: ”ya”. Mendengar jawaban orang itu ,si tukang jahit langsung berkata :”kalau begitu di sebelah mana kiranya aku harus membuatkan sebuah kantong rahasi?”.


3. ASAL MULA DESA LEBAKSIUH

Dahulu kala disebuah dusun hiduplah sepasang keluarga yang serba sederhana sekali dalam kehidupannya, tetapi meskipun demikian adanya mereka tetap hidup rukun, damai dan saling menyayangi.

Menurut cerita, sepasang keluarga itu adalah pendatang secara tiba-tiba atau mungkin secara kebetulan saja datang ke tempat itu, entah dari mana asal mulanya orang tersebut berada, sebab menurut cerita pada waktu itu dusun tersebut belum berpenghuni sama sekali, dan kemungkinan besar beliau adalah orang kali pertama yang datang dan menghuni dusun itu sampai akhir hayatnya.

Konon menurut cerita, sepasang keluarga itu bernama Ki Buyut dan Istrinya Nyi Mayang dan menurut cerita pula dari orang-orang dan tokoh-tokoh masyarakat setempat bahwa Ki Buyut dan Nyi Mayang adalah sepasang keluarga yang mempunyai ilmu yang cukup tinggi, mereka disegani, dihormati oleh masyarakat setempat, tetapi meskipun mereka mempunyai ilmu tinggi mereka tidak sombong, bahkan mereka sering menolong orang yang membutuhkannya. Maka disitulah awal nama dusun Lebaksiuh mulai di ketahui atau dikenal oleh masyarakat disekitarnya.

Nama Lebaksiuh diambil dari kata lebak artinya, semacam sungai kecil atau kali yang berada di daerah setempat yang keberadaan airnya jernih, bersih belum tercemar sama sekali, sedangkan kata siuh semacam tumbuhan belukar yang hidup dan tumbuh di pinggir sungai atau kali yang berada di daerah setempat. Memang tumbuhan belukar sekarang ini sangat jarang ditemukan, dan kata masyarakat setempat belukar ini atau areuy dalam bahasa sunda sangat kuat sekali kalau dibuat tali-tali, sangat sulit untuk memutuskannya. Tumbuhan belukar itu tumbuh di pinggiran sungai Cipaingeun yang berada di daerah Lebaksiuh, hulu sungai Cipangeun berasal dari daerah Garut.
Jadi kalau di artikan nama Lebaksiuh berarti sebuah dusun yang berada dipinggiran sungai yang mengelilingi tempat tersebut, dan dulunya tempat itu banyak tumbuh semak belukar atau areuy siuh dan sekarang belukar siuh itu dijadikan simbol bahwa kehidupan masyarakat Lebaksiuh rukun dan damai dalam satu ikatan dan rasa gotong royongnya yang sangat kuat serta adat budayanya yang sangat kuat pula.

Sejalan dengan perkembangan jaman dusun Lebaksiuh cepat sekali mengalami perubahan-perubahan, semula yang tinggal menempati dusun itu hanya sepsang keluarga yaitu Ki Buyut dan Nyi Mayang yang konon katanya masyarakat setempat yang pertama kali memberi nama Lebaksiuh dan nama-nama lain yang berada di daerah lebaksiuh, kemudian mulai di bangun di dusun Lebaksiuh maka jadilah sebuah perkampungan meskipun letak dari rumah ke rumah yang lain masih berjauhan dan berpencilan mulai dari yang jaraknya ratusan meter sampai dengan kiloan meter. Karena dusun Lebaksiuh pada waktu itu cukup luas lingkungannya dan banyak pohon-pohon besar yang tumbuh di dusun Lebaksiuh.

Kehidupan masyarakat Lebaksiuh pada waktu itu kebanyakan bermatapencaharian bertani dan bercocok tanam dan ada juga yang memelihara hewan ternak seperti kerbau, sapi, biri-biri, kambing dan ayam, karena dengan kesuburan tanahnya banyak rerumputan untuk pakan sapi, kerbau serta kambing, hidup mereka cukup makmur. Hasil panennya selalu berlimpah mulai dari padi sampai palawija, bahkan buah-buahan, apalagi sekarang sudah terkenal dengan penghasilan mangga gedongnya yang pemasarannya sampai ke luar negeri.

Seperti yang telah dibicarakan di atas bahwa Dusun Lebaksiuh mengalami cepat dalam perubahan jaman dan sekarang sudah terbentuklah sebuah desa. Karena perkembangan pendidikannya yang cukup pesat, pemikiran untuk menjadi kepala desa di Dusun Lebaksiuh jaman dulu sangat berbeda dengan jaman sekarang, yang mana orang yang menjadi seorang pemimpin ditunjuk langsung oleh masyarakat malalui para tokoh-tokoh masyarakat dan menurut cerita yang kami himpun di Desa Lebaksiuh sudah mengalami beberapa kepemimpinan kepala desa dari lamanya kepemimpinan tidak ditentukan seperi jaman sekarang ini yaitu lima tahun atau delapan tahun, tetapi kadang-kadang sampai seuimur hidup atau semaunya, tergantung dibutuhkan tidaknya lagi masyarakat setempat.
Di Desa Lebaksiuh terdiri dari tujuh dusun pada waktu itu yakni Dusun Lebaksiuh, Dusun Leuwihieum, Dusun Babakan, Dusun Cibeber, Dusun Ciluwuk, dan Dusun Telaga Datar serta Dusun Legok.

Tokoh-tokoh yang pernah menjadi kepala desa Lebaksiuh yaitu:
1. Masa kepemimpinan Bapak Ateng lamanya seumur hidup.
2. Masa kepemimpinan Bapak Eyang lama kepemimpinannya dua puluh tahunan.
3. Masa kepemimpinan Bapak Dirja lama kepemimpinannya delapan tahun.
4. Masa kepemimpinan Bapak Sukria lama kepemimpinannya dua belas tahun.
5. Masa kepemimpinan Bapak Sukri lama kepemimpinannya delapan tahun.
6. Masa kepemimpinan Bapak Unuk lama kepemimpinannya delapan tahun.
7. Masa kepemimpinan Bapak Adjep lama kepemimpinannya delapan tahun.
8. Masa kepemimpinan Bapak Dirta lama kepemimpinannya delapan tahun.
9. Masa kepemimpinan Bapak Carya lama kepemimpinannya enam tahun.

Dan yang sedang berjalan masa kepemimpinan Bapak Carya lagi beliau menjalani kepemimpinan dua periode.

Desa Lebaksiuh sekarang mengalami pemekaran yaitu dengan desa baru namanya Desa Candrajaya, adapun Dusun-nya yaitu: Dusun Cibeber, Dusun Legok, Dusun Talaga Datar dan Dusun Ciluwuk.

Demikianlah sekilas asal mula Desa Lebak Siuh dari jaman dulu sampai sekarang yang selalu tetap dalam rukun dan cinta damai serta tanahnya yang subur. Dan untuk mengenang para leluhur Desa Lebaksiuh disana ada makam keramat Embah Buyut sampai sekarang masih banyak dikunjungi orang-orang dari luar untuk sekedar jiarah ke makam Embah Buyut, karena mnurut cerita orang-orang yang pernah jiarah ke makan Embah Buyut segala maksud dan tujuan capat tercapai, benar atau tidaknya Wallahualam, hanya Tuhan-lah yang Maha Tahu Segalanya.


4. ASAL NAMA DESA PALASAH

Desa Palasah diambil dari nama pohon yang banyak tumbuh di pemukiman penduduk, nama pohon tersebut namanya pohon PALASAH, pohon tersebut banyak tumbuh di pemikiman masyarakat dan di hutan-hutan lindung yang berada di wilayah desa kami pada waktu dulunya.

Pohon Palasah tersebut sangat banyak sekali manfaatnya untuk kehidupan masyarakat desa kami pada waktu itu, daunnya disamping untuk sarana pembungkus makanan warga, warga juga menjual daun tersebut ke kota (kongsi) Kadipaten dan hasilnya untuk menambah-nambah kebutuhan dapur. Sedangkan pohonnya, masyarakat kami menggunakan pohon tersebut untuk tiang-tiang penyangga rumah dan untuk kayu bakar.
Mengingat banyak sekali tumbuh pohon tersebut dan manfaatnya sangat berarti bagi warga masyarakat maka para leluhur kami menamai desa kami dengan DESA PALASAH.
Agar supaya warga masyarakat kami bisa tumbuh subur guna kehidupan yang lebih maju baik sandang maupun pangan.


5. “ ASAL USUL DESA CIBENTAR “

Sekitar akhir abad ke-18, yaitu tepatnya tahun 1788 terbentuklah kampung bernama kampung BABAKAN.Kampung ini merupakan cantilan dari Desa SUKARAJA,Kampung Babakan pada waktu itu dipimpin oleh Raksa Perbanta.

 
Asal Kata Cibentar
Banyak yang menyebutkan bahwa Desa Cibentar berasal dari kata “Air/Cai” dan kata “Halilintar.Tetapi menurut kehendak Raksa Parbanta bahwa dalam pembuata saluran air itu hendaknya para tokoh/sesepuh dapat menggerahkan segala kesaktiannya,maka dengan segala penuh rasa tanggung jawab,para tokoh tersebut melaksanakannya dengan segala kemampuan & kesaktiannya masing-masing,seperti Embah Dati,dengan kesaktiannya,ia membuat keajaiban kencing di ujung untun memulai pembuatan saluran air yang direncanakan sehingga air kencingnya mengalir bulak-belok kea rah utara Embah Maranggi,dengan kesaktiannya ia bisa mendatangkan angin yang sangat kencana. Embah Modang,dengan kesaktiannya,ia dapat mendatangkan petir/geledek yang besar. Sedangkan Embah-embah yang lainnya,dengan kesaktiannya masing-masing dapat mengeluarkan tenaga yang cukup besar,sehingga mereka dapat membereskan pohon-pohon yang tumbang dan batu-batu yang berantakan guna terbentuknya saluran air.Pembuat saluran air tersebut sepanjang 300M yang dapat diselesaikan dalam waktu hanya satu hari satu malam.

Karena pembuatan saluran air itu dapat diselesaikan dalam waktu yang sebentar dan air langsung mengalir,maka pada waktu itu, mereka mengambil dari kata Cai/Aia dan kata Sebentar.Dari kedua kata tersebut,akhirnya digabungkan menjadi nama sebuah Desa.Dari sejak tahun itu pula,Desa Cibentar berlaku sebagai suata desa dari Kec.Jatiwangi dan sejak itu kampung Babakan memisahkan diri dari Desa Sukaraja dan menjadi cantilan dari Desa Cibentar.

KAWAH PUTIH Ciwidey Bandung Selatan

   

Pemandangan Kawah putih (foto ©didin nuzuludin)

Wilayah Kabupaten Bandung memiliki banyak tempat wisata yang menawarkan pemandangan yang indah beserta legenda-legenda yang menarik. Salah satunya adalah Kecamatan Ciwidey yang berada di selatan Kabupaten Bandung. Di kawasan ini terdapat objek wisata menarik yaitu Kawah Putih.
Kawah Putih adalah sebuah danau kawah dari Gunung Patuha dengan ketinggian 2.434 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 8-22°C. Di puncak Gunung Patuha itulah terdapat Kawah Saat, saat berarti surut dalam Bahasa Sunda, yang berada di bagian barat dan di bawahnya Kawah Putih dengan ketinggian 2.194 meter di atas permukaan laut. Kedua kawah itu terbentuk akibat letusan yang terjadi pada sekitar abad X dan XII silam. Kawah Putih ini terletak sekitar 46 km dari Kota Bandung atau 35 km dari ibukota Kabupaten Bandung, Soreang, menuju Ciwidey. 

     
Bpk. Wagub Jawa Barat saat kunjungan Kawah Putih 2010 (©didin nuzuludin)


Legenda Kawah Putih

Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati. 

       
Danau Kawah Putih (foto ©didin nuzuludin)


Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah. Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih. 

    


Kawah Putih 1856, Java-Album, Franz Wilhelm Junghuhn


Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel OntginingKawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan dengan nama Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey yang langsung berada di bawah penguasaan militer Jepang. 

       


Tambang belerang peninggalan jaman Belanda & Jepang (foto ©didin nuzuludin)


Di sekitar kawasan Kawah Putih terdapat beberapa makam leluhur, antara lain makam Eyang Jaga Satru, Eyang Rongga Sadena, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha yakni Puncak Kapuk, konon merupakan tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Konon, di tempat ini terkadang secara gaib terlihat sekumpulan domba berbulu putih yang oleh masyarakat disebut domba lukutan.


Sesepuh dan Juru kunci Kawah Putih hadir pada Festival Kawah Putih 2010



Danau Kawah Putih memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Air di danau kawahnya  dapat berubah warna, kadangkala berwarna hijau apel kebiru-biruan bila terik matahari dan cuaca terang, terkadang pula berwarna coklat susu. Paling sering terlihat airnya berwarna putih disertai kabut tebal di atas permukaan kawah. Selain permukaan kawah yang berwarna putih, pasir dan bebatuan di sekitarnya pun didominasi warna putih, oleh karena itu kawah tersebut dinamakan Kawah Putih.
  
Air danau Kawah Putih yang dapat berubah warna (foto ©didin nuzuludin)


Menuju ke Kawah Putih


Sejak tahun 1987 PT. Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten mengembangkan kawasan Kawah Putih ini  menjadi sebuah objek wisata. Untuk tiket masuk areal objek wisata Kawah Putih, setiap orang dikenakan biaya Rp 10.000,00, (update harga tiket lihat keterangan di bawah) sudah termasuk premi asuransi. Objek wisata Kawah Putih dibuka mulai pukul 07.00 dan tutup pada pukul 17.00, setiap hari Senin sampai dengan Minggu. Fasilitas bagi pengunjung di sekitar Kawah Putih sudah cukup memadai dengan adanya areal parkir, transportasi transit menuju kawah, pusat informasi, mushala, dan warung-warung makanan. 
       

Danau Kawah Putih kadang ditutupi halimun (foto ©didin nuzuludin)



Untuk menuju ke sana, pengunjung dari Jakarta dapat melewati tol Cipularang terus menuju pintu keluar tol Kopo menuju Soreang ke arah selatan ke kota Ciwidey. Sekitar 20 – 30 menit dari kota Ciwidey terlihat tanda masuk menuju gerbang masuk objek wisata Kawah Putih yang ada di sebelah kiri jalan. Untuk menuju Kawah Putih dari gerbang masuk kawasan objek wisata Kawah Putih disarankan menggunakan kendaraan, jangan berjalan kaki karena jalan yang agak menanjak dan cukup jauh, yaitu sekitar 5,6 km atau sekitar 10 – 15 menit dengan kendaraan. Kendaraan pribadi dapat langung menuju tempat parkir luas yang tersedia tidak jauh dari kawah. Sementara pengunjung dengan rombongan besar yang menggunakan bis, atau transportasi umum dapat menggunakan kendaraan khusus yang ada di areal parkir dekat gerbang masuk untuk mencapai kawah dari pintu masuk. Kondisi jalan yang kecil dan menanjak tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan jenis bis besar maupun sedang.

Transportasi umum menuju Ciwidey dari Bandung dapat ditemui di Terminal Kebun Kalapa maupun Leuwi Panjang. Setelah sampai di Kota Ciwidey maka perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan pedesaan tujuan Situ Patengan. Angkutan pedesaan yang menuju Situ Patengan ini melintasi objek-objek wisata yang ada di kawasan Ciwidey yaitu Perkebunan Strawberry, Kawah Putih, Ranca Upas, & kolam renang air panas Cimanggu. Untuk dapat menjelajahi dan menikmati keindahan alam kawasan Ciwidey dan sekitarnya rasanya tidak cukup hanya satu hari.














































 
















 











Wisata Waduk Darma Kuningan

Pasokan air di Waduk Darma berasal dari beberapa sungai kecil di sekitar Kabupaten Kuningan, seperti Sungai Cinangka dan Sungai Cisalak. Setelah terkumpul di waduk, air tersebut sebagian digunakan untuk irigasi sawah sampai ke Kabupaten ... Apalagi bila menikmatinya sambil duduk di perahu yang mengelilingi pulau mungil bernama Munjul Goong yang ada di tengah-tengah waduk. Waduk Darma merupakan objek wisata yang harus Anda kunjungi. Fasilitas bermain dan layanan perahu ...
Taman Wisata Alam Linggarjati adalah salah satu objek wisata alam di Kabupaten Kuningan. Linggarjati adalah salah satu tempat titik awal pendakian ke Gunung Ciremai. Luas dan letak. Kawasan hutan Linggarjati seluas 11,51 Ha. ...
Pantai ini merupakan salah satu obyek wisata kebanggaan Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Obyek wisata ini cukup terkenal berkat panorama alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan hamparan pasirnya yang luas. ... Waduk Darma nyaéta bendungan nu ayana di beulah kulon kidul Kuningan, persisna di désa Jagara, kacamatan Darma, Kabupatén Kuningan sarta aya dina jalur jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. Waduk Darma nempatan aréal nu legana 425 ha, dikuriling ku ...
Waduk Darma jaraknya dari kota Kuningan sekitar 11 km atau 173 km dari Bandung, di tepi jalan raya Kuningan-Ciamis. Rekreasi di sini tempat rekreasi ski air, perahu dayung dan memancing, juga sarana tempat bremain anak- sangkanurip ... Selain obyek-obyek wisata, di Kabupaten Kuningan terdapat berbagai upacara adat seperti seren taun (upacara sehabis panen|), saptonan (lomba ketangkasan naik kuda), cing cowong (upacara minta hujan), sedekah mawar (diselenggarakan berkenaan ...
Tempat wisata yang sering dikunjungi oleh para wisatawan diantaranya adalah Curug Sidomba, Cibulan, Museum Linggarjati, Waduk Dharma, dan lain sebagainya. MUSEUM LINGGARJATI. Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara ... Minum (PDAM) Kuningan dan dimanfaatkan Pertamina untuk memasok kebutuhan air bersih di dua kompleks miliknya, yaitu Padang Golf Ciperna di Kota Cirebon, dan Kantor Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat (DOH JBB) di Klayan, Kabupaten Cirebon. ...
Cukang Taneuh atau Green Canyona dalah salah satu objek wisata di Jawa Barat yang terletak di Desa Kertayasa Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis ± 31 km ... ... Waduk Darma nyaéta bendungan nu ayana di beulah kulon kidul Kuningan, persisna di désa Jagara, kacamatan Darma, Kabupatén Kuningan sarta aya dina jalur jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. Waduk Darma nempatan aréal nu legana 425 ha, dikuriling ku pasir jeung lembah sarta pamandangan nu éndah kalayan hawa anu ...
Waduk wadaslintang di Desa Sendang Dalam, Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen memiliki aneka fungsi. Menempati areal ± 147 hektar dengan kedalaman 38 meter, waduk ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata andalan. ... Waduk Darma terletak di sebelah barat daya dari kota Kuningan, tepatnya di desa Jagara- Kecamatan Darma dan pada lintasan jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. Menempati areal seluas ± 425 ha, dikelilingi oleh bukit dan lembah serta ...
Waduk Darma. Waduk Darma nyaéta bendungan nu ayana di beulah kulon kidul Kuningan, persisna di désa Jagara, kacamatan Darma, Kabupatén Kuningan sarta aya dina jalur jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. Waduk Darma nempatan aréal nu legana ... Nah, itulah sebagian kecil dari obyek wisata yang ada di Kabupaten Cianjur, sebenarnya masih banyak lagi obyek wisata menarik lainnya, seperti Kebun Strawberry yang ada di daerah Pacet, Pantai Jayanti, Curug Citambur dan lain-lain. ...
Taman Wisata Alam Linggarjati adalah salah satu objek wisata alam di Kabupaten Kuningan. Linggarjati adalah salah satu tempat titik awal pendakian ke Gunung Ciremai. Luas dan letak. Kawasan hutan Linggarjati seluas 11,51 Ha. ... Waduk Darma nyaéta bendungan nu ayana di beulah kulon kidul Kuningan, persisna di désa Jagara, kacamatan Darma, Kabupatén Kuningan sarta aya dina jalur jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. Waduk Darma nempatan aréal nu legana 425 ha, dikuriling ku ...
budak tarikolot

Sabtu, 02 Juli 2011

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 

Pelaksanaan acara proklamasi hari kemerdekaan Bangsa dan Negara indonesia dilaksanakan pada tanggal 17 Augustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta pukul 10.00 wib. Setelah bendera sang merah putih berkibar, para hadirin dengan spontan dan serentak menyanyikan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman.
Jadwal Acara Proklamasi 17-08-1945 :

                           1. Pembacaan proklamasi yang kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat Ir. Soekarno.
                           2. Pengibaran Sang Bendera Merah Putih.
                           3. Kata Sambutan dari Suwiryo.
                           4. Sambutan dari Dr. Muwardi selaku panitia keamanan.

Makna Proklamsi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia :

               1. Telah lahir sebuah negara dan bangsa baru yang merdeka dan berdaulat.
               2. Adanya revolusi untuk memindahkan kekuasaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
               3. Bebas dari segala bentuk janji muluk kemerdekaan dari pemerintah Jepang.

 

 

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Latar belakang

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).

 Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.



Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
 





 

                                                       Museum Perundingan Linggarjati
 
Indotoplist.com : Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.
 
Latar Sejarah

Sebelum menjadi Museum Perundingan Llinggajati bangunan ini berupa gubuk milik Ibu Jasitem (1918), kemudian pada tahun 1921 oleh seorang bangsa Belanda bernama Tersana dirombak menjadi rumah semi permanen, pada tahun 1930-1935 setelah dibeli keluarga Van Ost Dome (bangsa Belanda)   dirombak menjadi rumah tinggal seperti sekarang, kemudian pada tahun 1935 -1946) dikontrak Heiker (bangsa Belanda) dijadikan Hotel yang bernama Rus "Toord".

Keadaan ini berlanjut setelah Jepang menduduki Indonesia dan diteruskan setelah kemerdekaan Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang, hotel tersebut berubah namanya menjadi   Hotel Hokay Ryokan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 hotel ini diberi nama Hotel Merdeka. Jika diperhatikan, pembagian ruangan dalam Museum Perundingan Linggajati sekarang masih menyerupai pembagian ruangan untuk bangunan hotel.

Pada tahun 1946 di gedung ini berlangsung peristiwa bersejarah yaitu Perundingan antar Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang menghasilkan Naskah Linggarjati sehingga gedung ini sering disebut Gedung Perundingan  Linggajati. Sejak aksi militer tentara Belanda ke-2 1948-1950 gedung dijadikan markas Belanda, kemudian pada tahun  1950 - 1975 difungsikan menjadi Sekolah Dasar Negeri Linggajati, selanjutnya pada tahun 1975 Bung Hatta dan Ibu Sjahrir berkunjung dengan membawa pesan bahwa gedung ini akan dipugar oleh Pertamina, tetapi usaha  ini hanya sampai pembuatan bangunan sekolah untuk Sekolah Dasar Negeri Linggajati yang selanjutnya pada tahun 1976 gedung ini oleh diserahkan Kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan Museum Memorial.

Lokasi Museum
Museum Perundingan Linggajati terletak di Desa Linggajati, dan termasuk dalam Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa Linggajati terletak pada ketinggian 400 meter dari permukaan laut. Desa ini diapit oleh tiga desa, yaitu di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Linggamekar, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Linggaindah dandi sebelah barat berbatasan dengan Gunung Ciremai. Desa Linggajati berjarak 35 km dari Cirebon dan 17 km dari Kuningan.

Transportasi
Untuk menuju ke museum  dapat ditempat melalui jalan darat: - Jarak dari terminal bus ke museum 22 km - Jarak dari  stasiun kereta api 25 km - Jarak dari Pelabuhan laut 25 km

Koleksi
Koleksi yang dimiliki museum ini adalah berupa naskah perundingan, foto-foto, dan meja kursi. untuk .

Jadwal Kunjung
Waktu jam kunjung museum
a. Senin --Jumat dari pukul 07.00 - 15.00
b. Sabtu - Minggu dari  pukul 08.00 - 17.00


Fasilitas
Bangunan museum berdiri diatas areal seluas 2,4 ha, dengan luas bangunan 800 m2 yang terdiri dari: ruang sidang, ruang sekretaris, kamar tidur Lord Killearn (Inggris), ruang pertemuan Presiden Soekarno dan Lord Killearn, kamar tidur delegasi Belanda, kamar tidur delegasi Indonesia, ruang makan, kamar mandi/WC, ruang setrika, gudang, bangunan paviliun, dan bangunan garasi.

Gunung Ciremai 

ciremai  



Gunung Ciremai (3.078 mdpl) merupakan gunung berapi yang masih aktif dan bertipe Strato. Secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ceremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare. Gunung Ciremai memiliki dua kawah utama, Kawah barat dan Kawah Timur, serta kawah letusan kecil Gua Walet.

Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT. Gunung ini memiliki keistimewaan tersendiri bila dibandingkan dengan gunung-gunung lainnya di pulau Jawa, seperti juga Gunung Slamet, gunung ini terpisah dari gunung-gunung tinggi lainnya, tetapi Gunung Ciremai ini lebih dekat dengan Laut Jawa. Kegiatannya yang terakhir tercatat pada tahun 1973, berupa gempa tektonik yang cukup kuat.



 kawah ciremai

Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, dapat didaki dari arah timur melalui Linggarjati (580 m.dpl), dari arah selatan melalui Palutungan (1.227 m.dpl) dan dari arah barat melalui Maja (lewat Apui dan lewat Argalingga). Jalur Linggarjati dan jalur Palutungan adalah jalur yang paling banyak dilalui, dan merupakan jalur yang dianjurkan oleh pihak PERHUTANI pengelola kawasan hutan di sekitar Gunung Ciremai.Desa Linggarjati merupakan gerbang utama pendakian ke Gunung Ciremai. Untuk mencapainya, dari terminal Cirebon atau dari Jakarta, kita naik bus jurusan Kuningan dan turun di Terminal Cilimus atau di pertigaan menuju pusat Desa Linggarjati, dan meneruskan perjalanan ke Desa Linggarjati dengan minibus.

Di Desa Linggarjati ini terdapat penginapan, salah satunya adalah Pesanggrahan di kawasan Taman Wisata Linggarjati Indah dan Siliwangi Park Resort. Walau begitu kita bisa dengan mudah mendapatkan tempat bermalam di Balai Desa atau dirumah-rumah, dengan biaya sukarela saja. Walaupun warung-warung juga tersedia, bila bermalam di rumah-rumah penduduk ini, kita bisa memasak sendiri.

Fasilitas telepon kartu dapat kita jumpai di Taman Wisata Linggarjati Indah, dan WARTEL hanya tersedia di Cilimus, dimana kita bisa menerima dan mengirim facsimile (Telp/Fax No. 0232-63112). Desa Linggarjati merupakan desa yang bersejarah, dimana kita bisa mengunjungi Gedung Linggarjati, yang dijadikan museum untuk mengenang perjanjian Linggarjati yang dilaksanakan tahun 1946. Setelah pendakian, bila ingin menikmati mandi air panas yang alami, kita bisa menuju ke Desa Sangkan Hurip, ± 4 km ke arah timur Linggarjati, dimana terdapat permandian air panas yang mengandung yodium, berbeda dengan tempat lain yang biasanya mengandung belerang. Kita juga bisa berwisata di Taman Wisata Linggarjati Indah, dimana tersedia fasilitas kolam renang.

Jalur Linggarjati

Jalur pendakian dari Linggarjati ini sangat jelas, karenanya menjadi pilihan utama para pendaki. Dibandingkan dengan jalur lain, jalur Palutungan misalnya, jalur Linggarjati ini lebih curam dan sulit, dengan kemiringan sampai 70 derajat. Di jalur ini air hanya terdapat di Cibunar.

Dari Desa Linggarjati berjalan lurus, kurang lebih 1/2 jam, mengikuti jalan desa melewati hutan pinus, kita akan sampai di Cibunar (750 m.dpl). Disini kita menjumpai jalan bercabang, ke arah kiri menuju sumber air dan lurus ke arah puncak. Kalau tidak bermalam di Desa Linggarjati, kita bisa berkemah di Cibunar ini.


crater

Persediaan air hendaknya dipersiapkan disini untuk perjalanan pulang pergi, karena setelah ini tidak ada lagi mata air. Dari Cibunar, kita mulai mendaki melewati perladangan dan hutan Pinus, dan kita akan melewati Leuweung Datar (1.285 m.dpl), Condang Amis (1.350 m.dpl), dan Blok Kuburan Kuda (1.580 m.dpl), disini kita dapat mendirikan tenda. Dari Cibunar sampai ke Blok Kuburan Kuda dibutuhkan waktu kira-kira 3 jam.

Jalur akan semakin curam dan kita akan melewati Pengalap (1.790 m.dpl) dan Tanjakan Binbin (1.920 m.dpl) dimana kita bisa temui pohon-pohon palem merah. Selanjutnya kita lewati Tanjakan Seruni (2.080 m.dpl), dan Bapa Tere (2.200 m.dpl), kemudian kita sampai di Batu Lingga (2.400m.dpl), dimana terdapat sebuah batu cukup besar ditengah jalur. Menurut cerita rakyat, dasar kawah Gunung Ciremai sama tingginya dengan Batu Lingga ini. Perjalanan dari Kuburan Kuda sampai ke Batu Lingga ini memakan waktu sekitar 3 - 4 jam. Di beberapa pos, kita dapat jumpai nama tempat tersebut, walaupun kadang kurang jelas karena dirusak.

 ciremai  
Dari Batu Lingga kita akan melewati Sangga Buana Bawah (2.545 m.dpl) dan Sangga Buana Atas (2.665 m.dpl), mulai di jalur ini kita bisa memandang kearah pantai Cirebon. Burungburung juga akan lebih mudah kita jumpai di daerah ini, dan selanjutnya kita akan sampai di Pengasinan (2.860 m dpl), yang dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari Batu Lingga. Di sekitar Pengasinan ini akan dijumpai Edelweis Jawa (Bunga Salju) yang langka itu, namun dari waktu ke waktu semakin berkurang populasinya. Dari Pengasinan menuju puncak Sunan Telaga atau Sunan Cirebon (3.078 m.dpl) masih dibutuhkan waktu sekitar 0,5 jam lagi, dengan melewati jalur yang berbatu-batu.

Dari puncak, akan kita saksikan pemandangan kawah-kawah Gunung Ciremai yang fantastis. Bila cuaca cerah kita juga dapat menikmati panorama yang menarik ke arah kota Cirebon, Majalengka, Bandung, Laut Jawa, Gunung Slamet dan gunung-gunung di Jawa Barat. Pemandangan lebih menarik akan kita jumpai pada waktu matahari terbit dari arah Laut Jawa. Suhu di puncak bisa mencapai 8 -13 C. Dari puncak ke arah kanan kita bisa menuju ke kawah belerang yang ditempuh dalam 1,5 jam perjalanan. Untuk mengitari puncak dan kawah-kawahnya, diperlukan waktu 2,5 jam.

Dari Puncak kearah kiri 15 - 20 menit perjalanan, kita akan jumpai 3 buah cerukan, yang posisinya lebih rendah dari puncak dinding kawah, tempat yang cukup nyaman untuk bermalam dan berlindung dari tiupan angin kencang dari arah kawah.

Perjalanan mendaki puncak Gunung Ciremai rata-rata membutuhkan waktu 8-11 jam dan 5-6 jam untuk turun, dengan demikian kita harus mendirikan tenda di perjalanan. Karena itu perlengkapan tidur (sleeping bag, tenda dsb.), dan perlengkapan masa adalah suatu keharusan.

Pendakian pada musim kemarau cukup menyenangkan karena cuaca lebih bersahabat, dan kondisi medan tidak terlalu licin, serta pemandangan lebih cerah.

Jalur Palutungan

Jalur Palutungan tidak terlalu curam seperti jalur Linggarjati, tetapi kita harus menambah waktu tempuh 2-3 jam. Dari Terminal Kuningan kita bisa langsung menuju Desa Palutungan yang jaraknya 9 km dengan Angkutan Pedesaan. Fasilitas telepon Interlokal terakhir tersedia di Kuningan. Di Palutungan hanya ada toko-toko kecil, maka sebaiknya keperluan logistik untuk bekal pendakian dipenuhi di Kuningan. Di Desa Palutungan terdapat areal perkemahan yang bernama Bumi Perkemahan Erpah, perjalanan hanya membutuhkan waktu 10 menit, dan setiap hari libur banyak pengunjung berwisata di tempat ini. Persedian air untuk pendakian sebaiknya disiapkan di desa ini dan untuk menginap.


 tngc
            

       
        
             
              
       
Dari Palutungan pendakian kita teruskan melalui Cigowong Girang (1.450 m.dpl), selama 3 jam perjalanan, dimana terdapat sebuah sungai kecil yang lebarnya ± 1 - 1,5 m. Disini kita bisa menambah persediaan air dan mendirikan tenda di tempat ini, walaupun tempatnya kurang memadai dan suhu sudah cukup dingin. Selanjutnya kita akan memasuki hutan dan melalui Blok Kuta (1.690 m.dpl) dan Blok Pangguyungan Badak (1.790 m.dpl).

Perjalanan kita teruskan dengan melewati Blok Arban (2.030 m.dpl), kemudian Tanjakan Assoy (2.108 m.dpl). Di tempat ini kita bisa beristirahat sebelum melewati tanjakan yang cukup curam. Dari Cigowong Girang diperlukan waktu 4-5 jam menuju tempat ini. Selanjutnya kita akan melewati Blok Pesanggrahan (2.450 m.dpl) dan Blok Sanghyang Ropoh (2.590 m.dpl), kemudian kita akan sampai pada pertigaan (2.700 m.dpl) yang menuju ke Apui dan ke Kawah Gua Walet. Kira-kira 2 jam waktu tempuh dari Tanjakan Assoy ke pertigaan ini. Dari pertigaan kita menuju Kawah Gua Walet (2.925 m.dpl) dan ke puncak Sunan Cirebon, yang diperlukan waktu 1,5 jam perjalanan.

Jalur Maja (via Apui, Cipanas )

Untuk mencapai kampung Apui, Cipanas. Dari arah kota Cirebon naik bus menuju ke Majalengka, lalu dilanjutkan dengan naik minibus menuju ke Maja (556 m dpl). Setelah sampai di Maja kita turun dan naik lagi Angkutan Pedesaan menuju ke Desa Cipanas. Di Desa Cipanas kita akan menemui lahan bekas perkebunan Teh Argalingga yang sangat luas tapi sekrang telah berubah menjadi lahan sayur-sayuran. Di sini saat matahari tenggelam di ufuk barat pemndangannya sangat indah.

Dari desa Cipanas, perjalanan kita teruskan menuju ke kampung Apui (1.100 m dpl) dengan angkutan pedesaan. Setiba di kampung Apui kita mempersipakan kebutuhan air karena sepanjang jalur pendakian tidak terdapat mata air. Kampung Apui, Mayoritas penduduknya Sunda dan bermata pencaharian sebagai petani sayur-sayuran. Jalan masuk ke kampung ini banyak terdapat tanjakan - tanjakan dengan kemiringan hampir 70 derajat.

Awal pendakian dimulai melewati perladangan dan hutang produksi selam 3-4 jam kita akan sampai di Berod. Disini kita akan menemui pertigaan, kita ambil yang ke arah puncak). Setiba di Berod perjalanan kita teruskan menuju ke Simpang Lima (Perempatan Alur), perjalanan memakan waktu sekitar 0,5 jam dari Berod, lalu di teruskan menuju Tegal Mersawah. Di Tegal Mersawah perjalanan langsung kita teruskan menuju ke Pangguyangan Badak. Disini kita bisa beristirahat. Perjalanan kita teruskan 2 jam lagi kita akan sampai di Tegal Jumuju (2.520 m dpl).


lereng 

Dari Tegal Jumuju perjalanan kita teruskan menuju ke Sanghyang Rangkah, Selama 2 jam perjalanan. Di Sanghyang Rangkah menuju terdapat lokasi pemujaan yang sering di pergunakan oleh penduduk di sekitar lereng untuk upacara memohon keselamatan. Dari sini perjalanan kita teruskan menuju ke Gua Walet (2.925 m dpl), selama 4 jam perjalanan.

Gua walet merupakan bekas letusan yang berbentuk terowongan. Disini kita juga bisa mendirikan tenda untuk bermalam. Esok harinya kita bisa menuju ke Tepi Kawah (3.056 m dpl) dan Langsung ke puncak, selam 3 jam perjalanan.

Bila kita mendaki lewat Desa Linggarjati, kita harus melapor ke petugas PERHUTANI, Pak Juned untuk perbaikan pondok pendaki. Pak Juned dapat memberi informasi tentang jalur pendakian Gunung Ciremai, juga bisa membantu mencarikan pemandu atau porter. Bila kita lewat jalur Apui kita melapor dahulu kepada PERHUTANI unit Apui.Untuk mencari Pemandu gunung dapat di cari di Apui. Bila terjadi keadaan darurat saat melakukan pendakian di Gunung Ciremai selain menghubungi aparat desa setempat,bisa juga menghubungi Organisasi Pencinta Alam, AKAR di Kuningan dan WANADRI di Bandung.

Kampung Naga

Di tengah derasnya laju budaya global yang menggerus budaya lokal, ternyata masih ada sekelompok masyarakat yang tetap teguh mempertahankan adat istiadat serta tidak terpengaruh dengan hiruk-pikuk laju globalisasi. Kelompok masyarakat tersebut tetap bersetia dan bertahan dalam kesederhanaan dan kesahajaan, serta menjalankan semua tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka. Mereka adalah penduduk Kampung Naga.



 Kampung Naga   

Kampung Naga merupakan sebuah kampung atau desa tradisional yang terletak di tepi jalan raya Garut-Tasikmalaya. Disebut tradisional karena mereka masih konsisten dalam mempertahankan adat istiadat serta budaya leluhur. Hal ini sangat berbeda jauh dibandingkan dengan masyarakat lain di luar Kampung Naga. Penduduk Kampung Naga juga hidup pada suatu tatanan yang penuh nuansa kesederhanaan. Bagi masyarakat Kampung Naga, kepatuhan dalam menjalankan adat merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur (karuhan). Sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhan dianggap tabu, yang bila dilanggar akan menimbulkan petaka.

Daerah perkampungan yang dihuni sekitar 311 jiwa ini terletak di lembah subur di tepi Sungai Ciwulan. Perkampungan ini terbagi dalam beberapa wilayah seperti wilayah hutan, sungai, persawahan, dan perumahan. Setiap area memiliki batas-batas tersendiri dan tidak boleh dilanggar. Karena, dalam kepercayaan mereka, di tiap batas wilayah terdapat makhluk halus sebagai penunggunya. Jika batas dilanggar, makhluk halus tersebut akan marah sehingga terjadilah petaka. Oleh karena itu, penduduk tidak boleh mendirikan rumah di area persawahan, begitu pula sebaliknya, karena hal ini berarti melanggar ajaran karuhan.

Di Kampung Naga terdapat 111 bangunan yang terdiri dari 108 rumah hunian, 1 balai pertemuan (bale patemon), 1 masjid, dan 1 lumbung. Masjid, balai pertemuan, dan lumbung diletakkan sejajar menghadap ke arah timur-barat. Di depan bangunan-bangunan tersebut terdapat halaman luas yang digunakan untuk upacara adat. Sedangkan bangunan rumah penduduk berdiri berjajar menghadap utara-selatan. 


    

  Arsitektur Bangunan di Kampung Naga

Rumah-rumah di Kampung Naga berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu dan anyaman bilah bambu. Sedangkan atapnya terbuat dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang. Desain arsitektur dan interiornya sederhana namun tertata apik, sehingga udara dan cahaya tersirkulasi dengan baik. Selain itu, bangunan di Kampung Naga ini juga tahan gempa. Hal itu terbukti saat gempa berkekuatan 7,3 SR mengguncang Tasikmalaya pada Rabu, 2 September 2009 silam, tak ada satu pun rumah warga Kampung Naga yang roboh atau mengalami kerusakan yang berarti. Oleh karena itu, Kampung Naga akan dijadikan percontohan sertifikasi desain arsitektur bangunan hijau dan hemat energi Indonesia oleh Green Building Council of Indonesia (GBCI).

Keistimewaan

Daya tarik utama yang dimiliki oleh Kampung Naga adalah suasananya yang sangat tenang dan damai, di mana masyarakatnya masih berpegang teguh pada tradisi serta menjaga nilai-nilai kearifan lokal – satu hal yang sudah sulit ditemui di perkampungan modern dewasa ini.  Sebelum Anda menjejakkan kaki di wilayah perkampungan, Anda harus berjalan menuruni beratus-ratus sengked (anak tangga) yang cukup curam, sehingga saat hujan turun Anda harus berhati-hati jika tidak mau terpeleset dan terjatuh. Namun, perjuangan Anda tidaklah sia-sia, karena di sepanjang jalan Anda akan disuguhi dengan panorama yang sangat mempesona. Sawah menghijau, Sungai Ciwulan yang mengalir berkelak-kelok, kicau burung, gemericik air mengalir, hembusan angin, semuanya menghasilkan komposisi nyanyian alam yang indah.

  
Jalan Menuju Kampung Naga dan Keindahannya

Di Kampung Naga terdapat beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh pengunjung, antara lain tidak boleh berkata sembarangan, tidak boleh mengganggu hewan yang ada, dan tidak boleh mematahkan ranting-ranting pohon. Peraturan itu tidak hanya untuk wisatawan saja, melainkan juga berlaku bagi penduduk lokal. Bahkan, bagi penduduk asli Kampung Naga terdapat lebih banyak peraturan atau yang mereka sebut sebagai pamali. Sebagai contoh, mereka tidak boleh mengecat rumah mereka kecuali menggunakan kapur, tidak boleh membangun rumah menggunakan batu bata dan semen, tidak boleh mengadakan pertunjukan seni selain kesenian asli Kampung Naga, dan masih banyak peraturan lainnya. Bagi orang luar aturan tersebut mungkin terlihat tidak masuk akal, namun justru beranjak dari pamali dan kearifan lokal itulah kelestarian Kampung Naga tetap terjaga.

Selain itu, hampir sama dengan masyarakat Badui, warga Kampung Naga tidak memperkenankan barang maupun peralatan modern masuk ke kampung mereka. Bahkan, jaringan listrik pun tidak diperkenankan masuk ke kampung ini. Oleh karena itu, saat malam tiba suasana menjadi begitu gelap. Hanya ada sinar teplok atau lentera sebagai penerang utama di rumah-rumah. Sedangkan untuk penerangan di jalan-jalan, mereka terbiasa menggunakan suluh. Namun, justru itulah yang menjadi keunikan ketika Anda menginap di kampung ini – suasana perdesaan yang benar-benar menyatu dengan alam.


  
Keelokan Panorama Kampung Naga

Jika Anda memiliki waktu yang cukup banyak, tak jauh dari Kampung Naga terdapat dua air terjun kecil yang berfungsi sebagai pembatas wilayah dan sumber pengairan pada musim kemarau. Anda bisa bermain-main di air terjun ini. Namun, menjelang maghrib Anda harus bergegas, karena ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat bahwa barang siapa yang mandi di air terjun tersebut menjelang maghrib pasti akan kesurupan. 

Sebagai warga sebuah kampung adat, penduduk Kampung Naga juga kerap melaksanakan upacara adat. Upacara tersebut biasa dilaksanakan pada bulan Maulud dan Syawal (kalender Hijriah). Wisatawan yang ingin menyaksikan upacara tersebut harus mematuhi semua peraturan yang berlaku selama upacara adat berlangsung. 

  
Kesenian Tradisional Kampung Naga

Lokasi

Kampung Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. 

Akses

Terletak di jalan raya Garut-Tasikmalaya membuat Kampung Naga mudah untuk dijangkau menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Kampung ini terletak di lembah Sungai Ciwulan, berjarak sekitar 500 meter di bawah jalan raya. Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya sekitar 30 kilometer dan 26 kilometer dari Kota Garut. Sedangkan dari Bandung, Kampung Naga berjarak 90 km.

Harga Tiket

Wisatawan yang ingin berkunjung ke Kampung Naga tidak perlu membayar tiket masuk. Disarankan, wisatawan yang ingin berkunjung ke Kampung Naga agar tidak datang pada hari Selasa, Rabu, atau Sabtu. Sebab, pada hari-hari tersebut masyarakat Kampung Naga sedang melakukan ritual menyepi, yakni usaha menghindari perbincangan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat dan asal-usul kampungnya.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Walaupun Kampung Naga merupakan obyek wisata yang cukup populer di Jawa Barat, hingga saat ini tidak ada aliran listrik di Kampung Naga. Wisatawan yang ingin menginap di kampung ini harus minta izin kepada kuncen (sesepuh kampung) jauh-jauh hari dan bersiap dengan fasilitas yang seadanya, namun justru sangat dekat dengan alam.

Sebagian besar penduduk Kampung Naga berbicara dalam bahasa Sunda, oleh karena itu bagi wisatawan yang tidak bisa berbahasa Sunda disarankan menyewa jasa pemandu. Di tempat ini terdapat banyak pemandu yang bisa menemani perjalanan Anda. Jumlah tarif fleksibel dan bisa dibicarakan.

Meskipun Kampung Naga terletak jauh di bawah jalan raya, jika Anda membawa kendaraan pribadi Anda tidak perlu khawatir. Di pintu gerbang Kampung Naga terdapat pelataran luas yang dijadikan tempat parkir kendaraan pengunjung. Di seputaran tempat parkir terdapat kios penjual suvenir anyaman khas Tasikmalaya buatan penduduk Kampung Naga serta warung makan.

 




 

Situ Gede

Kota Tasikmalaya terletak di antara Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Kota santri ini memiliki beberapa potensi wisata yang cukup mengagumkan, salah satunya adalah Situ Gede. Oleh warga setempat, danau alami ini lebih dikenal dengan nama Situ Ageng. Situ Gede memiliki luas lebih kurang 47 hektar dengan kedalaman air antara 1,5 meter sampai dengan 6 meter. 

Situ Gede menjadi tempat tujuan wisata favorit karena danau ini merupakan obyek wisata alam satu-satunya yang ada di wilayah pemerintahan Kota Tasikmalaya dan dekat dengan pusat kota. Danau ini merupakan salah satu obyek wisata air yang paling potensial di wilayah Priangan Timur dan dikunjungi oleh cukup banyak pelancong dari dalam maupun luar kota, bahkan dari luar daerah. Berdasarkan data dari situs resmi Pemerintah Kota Tasikmalaya, rata-rata tingkat kunjungan wisatawan ke obyek wisata Situ Gede mencapai 9.950 orang/tahun. 



   


Situ Gede Tahun 1939







Kuliner

Kartika Sari

Oleh oleh Bandung identik dengan Kartika Sari. Rasanya belum ke Bandung kalau belum bawa oleh-oleh dari Kartika Sari. Jika ke Bandung,  ya mampir ke Kartika Sari…

Setiap harinya Kartika Sari selalu dikunjungi oleh para wisatawan dari pelosok Nusantara bahkan dari wisatawan mancanegara.
Mengapa Kartika Sari menjadi pilihan favorit Oleh Oleh Bandung ? Produk Kartika Sari sangat nikmat dan terjaga kualitasnya sehingga sangat cocok sebagai oleh-oleh untuk keluarga, teman,  dan kolega Anda.
 
KartikaSari.com hadir untuk memuaskan para pelanggan setia oleh-oleh Bandung yang kangen dengan citarasa Kartika Sari. Harapan kami, Oleh Oleh Bandung ini bisa menjadi oleh-oleh nusantara yang senantiasa hadir ditengah-tengah anda dimanapun anda berada.

Produk Berkualitas dari  Kartika Sari yang juga merupakan Pionir Oleh-Oleh Bandung diantaranya adalah…Pisang Bollen

Pisang Bollen (keju) adalah produk andalan utama Kartika Sari. Ada Pisang Bollen (keju) dan Pisang Bollen (Keju) Coklat. Varian Bollen lainnya ada Peuyeum (Tape) Bollen, Durian Bollen dan Kacang Hijau Bollen.

Kami juga menyediakan Brownies Panggang dan Brownies Kukus dengan berbagai varian rasa juga. Bagi pencinta keju, ada Cheese Stick dan Cheese Roll yang special…

Kartika Sari Kebun Kawung
Jl. H. akbar no. 4
Kebon Kawung – Bandung
Tlp. 022 4231355 – 4200441   
                               
Kartika Sari Kebun Jukut
Jl. Kebon Jukut no. 3C
Bandung
Tlp. 022 4230397

Kartika Sari Buah Batu
Jl. Buah Batu no. 165 A

Bandung
Tlp. 022 7319385

Kartika Sari Dago
Jl. Ir. H. Djuanda no. 85
Bandung
Tlp 022 2509500

Kartika Sari Kopo
Jl. Kopo Sayati no. 111 A Bandung

Tlp. 022 5414340

Kartika Sari Terusan Jakarta
Jl. Terusan Jakarta no. 77E
Bandung
Tlp. 022 7101280

MADAME SARI Restaurant
Kartika Sari Dago
Jl. Ir. Juanda no 85
Tlp 022-2509495

Kartika Sari Cimahi
Jl. Raya Timur no. 518

Cimahi
Tlp 022 6656280

Jakeju – Pusat Jajanan Kuliner Bandung
Jl. Kebon Jukut no.3c-e

Telp 022-422-1975

MADAME SARI Restaurant
Kartika Sari Buah Batu
Jl. Buah Batu no. 165 A
Tlp 022-7318485

 

Pantai Sindang Kerta Penetasan Penyu

Pantai Sindangkerta merupakan pantai landai dengan hamparan pasir putih yang mempunyai taman laut yang indah serta merupakan tempat habitat penyu (celonyamidas) dalam penetasan telur-telur mereka. Di pantai ini juga terdapat penangkaran penyu dengan koordinat 7°46,043′S 108°4,463′E, yang berfungsi penyeimbang ekosistem penyu yang ada di daerah ini agar terhindar dari kepunahan.

Pantai ini bisa digunakan untuk berenang ketika kondisi laut sedang surut, sedangkan di taman lautnya dapat kita temukan berbagai macam ikan hias yang beraneka warna dan suaka satwa alam penyu hijau yang langka. Atraksi lain yang bisa dilakukan oleh wisatawan ketika berkunjung ke pantai ini adalah lomba melepas penyu yang dilaksanakan oleh balai penangkaran penyu sebagai penyeimbang ekosistem penyu di daerah ini.

Bagi wisatawan yang tertarik lebih jauh dan ingin mempelajari tentang penyu, wisatawan bisa menginap di pantai ini untuk melihat penyu-penyu langka ini menetaskan telurnya yang kemudian dikubur oleh induk penyu di area pantai ini sampai kemudian telur-telur penyu ini menetas.

Terletak kurang lebih 4 km dari pantai Cipatujah.

Pantai Cipatujah ( Tasikmalaya )

Pantai Cipatujah merupakan pantai berkarang yang kaya akan terumbu-terumbu untuk ikan-ikan bertelur dan berkembang biak. Pantai ini merupakan pantai yang terlebar dan terpanjang di kawasan Pantai Selatan dengan koordinat 7°44,859′S 108°0,634′E, memiliki pasir besi sehingga sangat baik untuk berjemur dan melakukan aktivitasi rekreasi pantai lainnya.

Keindahan Pantai Cipatujah terlihat dari perpaduan hamparan pantai yang landai, gelombang laut yang besar dan perkebunan kelapa yang subur serta hamparan rumput yang luas. Para peternak kerbau yang tinggal disekitar daerah pantai kerap menggembalakan kerbaunya di padang ini dan sesekali mengadakan atraksi balap kerbau yang diiringi tabuhan pencak , rampak kendang ditambah angklung yang banyak mengundang orang untuk menontonnya.

Banyak aktivitas pantai yang biasa dilakukan oleh wisatawan ketika berkunjung ke daerah ini seperti berenang, voli pantai, sunbathing, memancing di muara sungai Cipatujah dll.
Fasilitas yang ada: 
Kios Wisata, Penginapan, Pondok Wisata, Warung-warung makanan dan minuman, Tempat Botram, Panggung Hiburan, Balawista, Gazebo dan Tempat Parkir yang luas.

Obyek wisata pantai Selatan Cipatujah meliputi area kurang lebih 115 hektar, terletak kurang lebih 74 km dari pusat kota Tasikmalaya.

Taman Bunga Nusantara

Taman Bunga Nusantara ialah objek wisata agro yang merupakan aset nasional dengan skala internasional diresmikan oleh presiden kedua Republik Indonesia Soeharto, pada tanggal 10 september 1995.

Taman Bunga Nusantara yang luas totalnya 35 hektar terletak di Jl. Mariwati KM 7, Desa Kawungluwuk, Kecamatan Sukaresmi, Cipanas, Kabupaten Cianjur. Selain taman bunga yang luasnya 23 hektar, ada teman rekreasi, restoran, parkir, dan lain-lain. Taman yang dipenuhi keindahan display warna dan bentuk bunga yang indah dari berbagai belahan dunia sesuai dengan iklim yang ada di Indonesia.

Maskot Taman Bunga Nusantara

  


Angsa Hitam atau Cygnus Atratus merupakan maskot Taman Bunga Nusantara. Unggas ini dijadikan maskot karena daya tahan tubuhnya yang sangat baik, mudah berinteraksi dan dapat berkembang biak dengan pesat di luar habitat aslinya. Angsa Hitam juga merupakan simbol wisata agro yang berbasis kepada potensi flora dan fauna yang hidup saling berinteraksi secara harmonis dan berkembang untuk selalu beradaptasi dengan lingkungan.

Di taman ini disimpan berbagai tipe bunga dan tanaman, dalam hal ini terutama budi daya anggrek. Diperkirakan ada sekitar 2000 jenis anggrek yang dirawat di tempat ini.

Pihak pengelola taman juga mencoba menata lanskap seluas 23 hektar ini dengan mendesain taman-taman khusus. Maka terhamparlah Taman Air, Taman Mawar, Taman gaya Prancis, Taman gaya Amerika, Taman Palem, Taman gaya Bali, Taman gaya Mediteranian, Taman Bugenvil, atau Taman gaya Jepang.  Selain rumah kaca seluas 2.300 m2.

Taman gaya Perancis



       

Taman gaya Bali


       


      

Taman Kaktus


 

 
Taman Palma


   

Menara Pandang

Habis itu cobalah naik ke Menara Pandang.  Anda bisa menikmati indahnya karunia Tuhan yang tak terkirakan dari ketinggian 28 m.

 
     

Dari atas menara pandang akan terlihat pemandangan alam yang sungguh indah.  Kelihatan juga bundaran bunga dan taman ‘labyrinth’

Taman gaya Jepang


      



      



        

Jika sudah capek menyusuri setiap sudut Taman Bunga Nusantara, Anda boleh melepas lelah sambil menikmati santap siang di tepian Danau Angsa di kedai-kedai penjual makanan dan minuman, atau di Restoran Saung Aki. “Mau minum apa Pak? Kopi, teh atau teh hijau Jenggot?”

Bunga adalah pelipur lara, penyejuk jiwa.  Juga lambang persahabatan, keagungan, dan cinta.

Jl. Mariwati KM 7 Desa Kawungluwuk Kecamatan Sukaresmi Cipanas, Cianjur 43254- Jawa Barat Indonesia